Saturday, February 2, 2013

Binturong

Binturong (Arctictis binturong)


Status konservasi : Rentan
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata

Kelas: Mammalia
Ordo: Carnivora
Famili: Viverridae
Upafamili: Paradoxurinae
Genus: Arctictis (Temminck, 1824)
Spesies: A. binturong
Nama binomial : Arctictis binturong (Raffles, 1821)



Penyebaran dan Habitat :
Binturung menyukai hutan-hutan primer dan sekunder, hanya kadang-kadang saja ditemukan di kebun di tepi hutan.
Hewan ini menyebar luas mulai dari dataran tinggi Sikkim hingga ke Tiongkok selatan, Burma, Indochina, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Palawan.

Ciri Fisik :
Musang yang berekor besar panjang dan bertubuh besar. Panjang kepala dan tubuh antara 60 – 95 cm, ditambah ekornya antara 50 – 90 cm. Beratnya sekitar 6 – 14 kg, bahkan sampai 20 kg.
Berambut panjang dan kasar, berwarna hitam seluruhnya atau kecoklatan, dengan taburan uban keputih-putihan atau kemerahan. Pada masing-masing ujung telinga terdapat seberkas rambut yang memanjang. Ekor berambut lebat dan panjang, terutama di bagian mendekati pangkal, sehingga terkesan gemuk. Ekor ini dapat digunakan untuk berpegangan pada dahan (prehensile tail), sebagai ‘kaki kelima’.
Binturung betina memiliki pseudo-penis alias penis palsu, suatu organ khas yang langka ditemui.

Kebiasaan :
Sebagaimana umumnya musang, binturung terutama aktif di malam hari. Di atas pepohonan (arboreal) atau juga turun ke tanah (terestrial). Kadang-kadang ada juga yang bangun dan aktif di siang hari.
Meski termasuk bangsa Carnivora, yang artinya pemakan daging atau pemangsa, makanan binturung terutama adalah buah-buahan masak di hutan, misalnya jenis-jenis ara (Ficus spp.). Hewan ini juga memakan pucuk dan daun-daun tumbuhan, telur, dan hewan-hewan kecil semisal burung dan hewan pengerat.
Pandai memanjat dan melompat dari dahan ke dahan, binturung biasanya bergerak tanpa tergesa-gesa di atas pohon. Ekornya digunakan untuk keseimbangan, atau kadang-kadang berpegangan manakala sedang meraih makanannya di ujung rerantingan. Cakarnya berkuku tajam dan melengkung, memungkinkannya untuk mencengkeram pepagan dengan kuat. Kaki belakangnya dapat diputar ke belakang untuk memegang batang pohon, sehingga binturung dapat turun dengan cepat dengan kepala lebih dulu.
Binturung mengeluarkan semacam bau, seperti umumnya musang, dari kelenjar di bawah pangkal ekornya. Bau ini digunakan untuk menandai wilayah kekuasaannya. Hewan betina melahirkan 2-6 anak, setelah mengandung selama kurang lebih 91 hari.

Konservasi :
Binturung muda dipelihara oleh Orang Asli di Taman Negara, Malaysia.
Di desa-desa pinggiran hutan, binturung sering dipelihara sebagai hewan kesayangan (pet). Orang menangkapnya ketika hewan ini masih kecil dan membiasakannya dengan kehidupan manusia. Dengan pemeliharaan yang baik, binturung dapat mencapai usia 20 tahun dalam tangkaran.
Sejalan dengan berkembangnya perdagangan, binturung juga diperjual belikan di pasar-pasar burung di kota. Selain itu, yang lebih mengancam kelestarian populasinya di alam, binturung juga diburu untuk diambil kulitnya yang berbulu tebal, dan untuk dimanfaatkan bagian-bagian tubuhnya sebagai bahan obat tradisional (jamu).
Ancaman lain datang dari kerusakan lingkungan di hutan-hutan di wilayah tropis sebagai akibat pembalakan yang serampangan. Hancurnya hutan mengakibatkan rusaknya habitat binturung, sehingga populasinya di alam terus menurun. Kini binturung termasuk hewan yang dikhawatirkan kelestariannya, dan dilindungi oleh undang-undang negara Republik Indonesia.

NB : dari beberapa buku yang saya baca, ternyata untuk Binturong Jawa dan Kalimantan itu masih 1 species, karena tidak ada nama latin baru yang membedakan jenis-jenis tersebut.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Binturung
http://www.iucnredlist.org/details/41690/0

No comments:

Post a Comment

Popular Post